Minggu, 27 Maret 2016

Tentang Pusaka Kujang

PUSAKA KUJANG TANAH SUNDA
KUJANG
Kujang adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9, terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram.
Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.
Pada zaman dulu perkakas ini hanya digunakan oleh kelompok tertentu yaitu para raja, prabu anom, golongan pangiwa, panengen, golongan agamawan, para putri serta golongan kaum wanita tertentu, dan para kokolot.
Deskripsi
Dalam Wacana dan Khasanah Kebudayaan Nusantara, Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan Kujang dikenal sebagai senjata yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi. Manusia yang sempurna dihadapan Allah dan mempunyai derajat Ma'rifat yang tinggi. Pantas ageman (agama) Kujang menjadi icon Prabu Siliwangi. Sebagai Raja yang tidak terkalahkan.
Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406)
Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.
Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.
Bagian-bagian Kujang
Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.
Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.
Mitologi
Menurut orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang sebagai;
Ku-Jang-ji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang
Janji untuk meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/ nenek moyang yaitu menegakan cara-ciri manusa dan cara ciri bangsa. Apa itu?
Cara-ciri Manusia ada 5
1. Welas Asih (Cinta Kasih),
2. Tatakrama (Etika Berprilaku),
3. Undak Usuk (Etika Berbahasa),
4. Budi Daya Budi Basa,
5. Wiwaha Yuda Na Raga ("Ngaji Badan".
Cara-ciri Bangsa ada 5
1. Rupa,
2. Basa,
3. Adat,
4. Aksara,
5. Kebudayaan
Sebetulnya masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekedar senjata untuk menaklukan musuh pada saat perang ataupun hanya sekedar digunakan sebagai alat bantu lainnya.
Jatidiri di Bilah Kujang
PARA sesepuh masyarakat kampung adat Sunda di tatar Parahyangan, umumnya senang menunjukkan beraneka senjata pusaka warisan leluhur. Bahkan sangat terbuka menceritakan seluk-beluk tombak, golok, keris, pedang, dan jenis senjata lain, kecuali kujang.
KUJANG memang tidak sembarang diperlihatkan kepada orang lain. Biasanya benda pusaka ini disimpan di langit-langit rumah tinggal, leuit (lumbung padi), atau di tempat yang terpisah dengan senjata-senjata. Koleksi kujang baru diperlihatkan ketika para sesepuh benar-benar yakin, orang yang mau melihat kujang punya niat baik. Minimal memiliki cukup wawasan tentang kujang.
Pengalaman tersebut ternyata pernah dialami Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan, H Ahmad Syafe'i tahun 1976, saat berkunjung ke sebuah kampung adat di Jawa Barat. Waktu itu Ahmad Syafe'i pergi bersama Endang Karman Sastraprawira (anggota DPR RI 2004-2009), karena terdorong rasa penasaran ingin mempelajari keistimewaan kujang.
Dalam acara Guaran Kujang di Common Room di Jalan Kyai Gede Utama, Bandung, Jumat (20/11) sore, kedua tokoh masyarakat Jawa Barat ini mengaku terkesan karena di masa sekarang makin banyak orang muda yang tertarik menggali makna historis dan filosofis kujang.
Guaran Kujang yang diawali seni tarawangsa, merupakan satu dari rangkaian agenda Helarfest Bandung 2009. Obrolan berlangsung santai dipandu Budayawan Aat Soeratin. Sunda Underground dan Brotherhood of Culture selaku pelaksana, menghadirkan pembicara utama mewakili orang muda, Budi Setiawan Garda Pandawa.
Pria kelahiran Bandung, 16 Oktober 1971 yang akrab disapa Budi Dalton ini, lebih dulu dikenal sebagai musisi sekaligus pelopor gerakan anak muda yang aktif melakukan kegiatan pengembangan dan pemberdayaan komunitas masyarakat di kota Bandung.
Budi Dalton kini tak hanya antusias memelihara dan merawat ribuan kujang yang dibuat sekitar abad ke-3 hingga abad ke-15. Diapun tak pernah letih meneliti makna bentuk, wujud, simbol, dan filosofis kujang.
Sebagian koleksi kujang milik Budi merupakan titipan komunitas adat Sunda. Ada pula yang didapat setelah pria berjanggut ini melakukan pencarian ke berbagai tempat di dalam maupun luar negeri.
"Bagi saya kujang bukan sekadar senjata pusaka. Kujang merupakan simbol ajaran ketuhanan tenang asal usul alam semesta yang dijadikan dasar konsepsi sistem ketatanegaraan Sunda purba. Bentuknya merupakan manifestasi wujud manusia sebagai ciptaan yang sempurna. Wujud kujang merupakan manifestasi alam semesta," jelas dosen Karawitan Universitas Pasundan.
Dengan meneliti kujang, Budi bahkan yakin kalau istilah Sunda bukan sekadar penyebutan terhadap suku bangsa yang mendiami sebelah barat Pulau Jawa. Kujang sendiri merupakan simbol nilai-nilai luhur ajaran Sunda.
"Ketika simbol-simbol itu sulit ditemukan, akan sulit bagi kita buat menelusuri dan mempelajari ajaran tersebut. Apalagi sejak abad ke-15 artefak kujang maupun catatan tentang kujang sudah sangat jarang ditemui. Kemungkinan ada pihak tertentu yang sengaja melenyapkan. Cerita tutur yang sering dijadikan acuan tentang kujang hanya Pantun Bogor," ungkap Budi.
Satu peristiwa yang membuat Budi terkejut adalah ternyata cukup banyak kujang yang diyakini asli buatan masyarakat Sunda saat ini dikoleksi beberapa pejabat Singapura maupun para sultan di Brunei Darussalam.
Bukan untuk Diperdebatkan
BANYAK orang memberi makna terhadap kujang. Beberapa peneliti menyatakan istilah kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang. Kudi berarti senjata sakti, Hyang merupakan rajanya para dewa. Sehingga Kudihyang dimaknai sebagai senjata sakti milik raja para dewa.
Kujang identik dengan identitas dan eksistensi kebudayaan masyarakat Sunda (Anis Djatisunda). Kujang digambarkan sebagai senjata (Djamadil AA, dkk) yang memiliki kekuatan supranatural (Mr Moebirman), dan simbol konsep ajaran Sunda Besar (Aris Kurniawan Joedamanggala).
Lainnya mengacu pada istilah kukuh kana jangji (teguh memegang janji). Janji meneruskan perjuangan nenek moyang untuk menegakan cara?ciri manusa dan cara-ciri bangsa. Cara?ciri manusia yaitu welas asih (cinta kasih), tatakrama (etika berprilaku), undak usuk (etika berbahasa), budi daya budi basa, wiwaha yuda na raga "ngaji badan". Sedangkan lima cara?ciri bangsa yaitu rupa, basa, adat, aksara, dan kebudayaan.
Namun peneliti kujang, Budi Dalton, berharap perbedaan cara pandang tersebut tidak dijadikan alat berdebat. "Kujang bukan buat diperdebatkan. Tapi kode-kode yang sudah bisa kita mengerti, segera dilakoni atau dijalankan," tandasnya.
Sementara budayawan Aat Soeratin mengungkap perbedaan cara pandang tentang kujang, justru memberi cakrawala lebih luas kepada generasi muda saat ini untuk menjaga dan mempelajari kujang.
"Belajar tentang kujang bahkan bisa menjadi bekal kita untuk berdiri sejajar dengan bangsa lain di dunia. Jangan kita terus-terusan nuturkeun budaya barat," tandas Aat Soeratin.
Catatan di Pantun Bogor
SETELAH melakukan penelitian tentang kujang koleksinya, Budi memiliki catatan sendiri tentang beragam fungsi kujang. Sebagian besar telah tercantum dalam Pantun Bogor.
Berikut pembagiannya :
1. Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan)
2. Kujang Pakarang (alat berperang, buat menangkis serangan)
3. Kujang Pangarak (alat upacara adat)
4. Kujang Pamangkas (sekarang masih dipakai alat berladang)
5. Kujang Sajen (alat upacara adat)
Berdasar bentuk bilah, ada kujang yang disebut :
1. Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan)
2. Kujang Badak (menyerupai badak)
3. Kujang Ciung (menyerupai burung ciung)
4. Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango)
5. Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga)
6. Kujang Geni
7. Kujang Bangkong (menyerupai katak)
8. Kujang Buta
9. Kujang Lanang
10. Kujang Balati (biasa dipakai tusuk sanggul)
11. Kujang Daun
Bagian?bagian Kujang
1. Papatuk/congo (ujung yang menyerupai panah, atau paruh burung)
2. Eluk/siih (lekukan atau gerigi bagian punggung)
3. Waruga (badan kujang)
4. Pamor (garis atau bintik di badan kujang)
5. Mata (lubang kecil jumlah bervariasi)
6. Tonggong (sisi tajam di bagian punggung)
7. Beuteung (sisi tajam di bagian perut)
8. Tadah (lengkungan menonjol di bagian bawah perut)
9. Paksi (ekor kujang)
10. Combong (lubang di gagang kujang untuk mewadahi paksi)
11. Selut (ring di ujung atas gagang kujang)
12. Ganja (gagang atau tangkai kujang)
13. Kowak (sarung kujang)

Senin, 21 Maret 2016

MINYAK AMULET ( KLANCANG PUTIH )


MINYAK AMULET atau MINYAK KELANCANG PUTIH

Bentuknya Seperti Minyak pada umumnya
Namun banyak ditemukan di Thailand
Biasanya digunakan sebagai media untuk ritual "blessing" ( pemberkatan )
Sebagai media pemanggilan arwah atau jin
Juga dipakai sebagai media untuk mengisi benda pusaka dan untuk "menarik barang"

Di Indonesia jarang ditemui,kalopun ada pasti harganya lumayan mahal

Cara test minyak amulet ata Minyak Kelancang Putih adalah dengan cara ;
1.Oleskan Minyak ke tangan atau media padat yg tanpa bau,biarkan selama 10 menit maka binatang KLANCANG PUTIH ( mirip tawon ) akan hinggap pada benda yang diolesi minyak Amulet Tersebut.
KELANCANG putih adalah binatang yang biasa digunakan sebagai SUSUK atau JIMAT,kelancang Putih biasanya ada di pohon NANGKA...yang jika malam hari di malam yang cerah pohon nangka tersebut mengeluarkan bunyi "ANGKUP" seperti ciap ciap ayam kecil...

2.Cara berikutnya adalah dengan mengoles minyak Amulet ke tangan Anda,lalu masukan tangan yang dioles ke dalam akuarium atau kolam yang penuh ikan,maka ikan akan mengerubuti rangan Anda...

Carilah Minyak AMULET yang ASELI yang LULUS UJI TEST

Jika Anda Berminat Boleh Hubungi Saya;
Hp/WA : 0816641506
Telepon : 0231 7030003
Pin BB : 5C7BCE3F
Bersama KI ONTO NOGO RODJO
dari Padepokan Nogo Rodjo
Cirebon Kota Wali

Minyak Ratu Balais

Minyak PENGASIHAN atau Minyak Pelet RATU BALQIS atau RATU BILQIS
Minyak dari Timur Tengah yang "DIOLAH" lagi secara bathin oleh para praktisi Supranatural di Tanah Air Sehingga berkhasiat;

Khasiatnya :
Memancarkan kharisma kepemimpinan sehingga di segani dan di hormati dengan demikian atasan hormat kepada anda dan bawahan segan terhadap anda.
Perintah anda akan lebih didengar dan dituruti oleh orang lain dan Aura kepemimpinan terpancar dari pribadi anda sehingga atasan anda kemungkinan besar akan memilih anda apabila mencari calon pemimpin baru. Anda semakin mudah menundukkan bawahan yang tidak patuh lawan atau musuh yang bermasalah dengan anda menjadi takut kepada anda. Membuat orang yang menzolimi anda ketakutan seluruh badannya bergetar dan tidak berani melawan hanya dengan bentakan anda. Memerintah orang dengan halus, tapi tetap dipatuhi tidak ada rasa terpaksa bagi orang yang melakukan perintah anda.
Memudahkan penagihan hutang, membuat orang menjadi segan untuk menunda-nunda membayar hutang.
Minyak pengasihan ratu bilqis al-karomah ini sudah di Ritual secara khusus oleh Untuk menjaga dan mempertahankan jabatan anda agar tidak jatuh ke tangan orang lain. Yang paling baik dan benar adalah berdoa kepada Allah swt. Karena hanya dialah Yang Menentukan segalanya...
CARA PAKAI...pecahkan ujung Botolnya,tuang ke kedua telapak tangan lalu usapkan ke rambut anda atau ke kedua alis anda...
PEMINAT Boleh kirim jarak jauh atau COD
Barang UTUH dalam BOTOL kaca Double Kaca Bersegel jika hendak memakainya maka botol kaca harus dipecahkan terlebih dahulu...

Peminat Silahkan Hubungi Saya;
Ki Onto
Hp/WA 0816641506
Pin BB : 5C7BCE3F

Peminat Silahkan Hubungi Saya;
Ki Onto
Hp/WA 0816641506
Pin BB : 5C7BCE3F

Minggu, 20 Maret 2016

Batu Akik Kembang Joar Cirebon


batu akik kembang joharSalah satu budaya di indonesia adalah mengkoleksi batu mulia atau batu akik. Kali ini kita akan membahas batu akik kembang johar atau banyak orang mengatakan mustika kembang johar.
Cirebon ternyata memiliki batu akik khas yang dikenal dengan nama batu akik kembang johar. Dinamakan “kembang johar” karena warnanya mirip dengan tanaman kembang johar yang berwarna kuning.
Batu Akik Kembang Johar ini hanya dapat ditemukan di daerah Cirebon saja, tepatnya di Gunung Jati dan daerah Plagon Sumber. Batu kembang johar termasuk langka karena tidak mudah mendapatkannya karena tanahnya merupakan milik keraton.
Batu kembang johar awalnya banyak dipakai oleh kalangan keraton dan pengusaha sebelum akhirnya menyebar seiring dengan booming batu akik. Batu ini juga sempat menjadi pembicaraan karena dipakai oleh menteri kabinet presiden Joko Widodo yakni Yuddy Chrisnandi
Tingkatan Batu Kembang Johar
Batu akik kembang johar memiliki kualitas yang berbeda-beda tergantung usianya. Semakin tua maka akan semakin mahal bahkan bisa dijual hingga puluhan juta rupiah.
1. Tingkat 1 : batu kembang johar dengan usia muda dengan ciri-ciri batu tembus senter (plong) dengan warna kuning cerah.
2. Tingkat 2 : batu kembang johar yang usianya lebih tua dari tingkat 1 dimana jika disenter sudah mulai pekat alias tidak tembus senter di beberapa bagian batu. Ada perubahan warna yakni kuning yang lebih mencolok warnanya ataupun bercampur dengan warna hijau. Jadi memang berbeda dengan batu bacan yang makin tembus senter makin mahal harganya.
3. Tingkat 3 : batu kembang johar yang usianya lebih tua dari tingkat 2 biasanya makin tidak tembus senter dan warnanya sudah kuning bercampur orange.
4. Tingkat 4 : batu kembang johar yang usianya lebih tua dari tingkat 3, biasanya warnanya sudah mulai banyak orange.
5. Tingkat 5 : batu kembang johar yang usianya sudah sepuh dengan warna menjadi merah orange pekat.
Harga
Batu kembang johar pada tingkatan 1-2 harganya masih berkisar 1-10 juta. Sedangkan tingkatan 3-5 biasanya sudah berharga puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Namun demikian banyak juga yang menjual batu johar tidak berpatokan pada tingkatan batu namun pada kelangkaannya karena biasanya batu ini diwariskan turun temurun dan belum tentu memiliki lagi karena jarang orang yang menjualnya. Masih lebih mudah mendapatkan batu bacan ketimbang batu kembang johar.
Khasiat Batu Kembang Johar
Batu kembang johar konon memiliki khasiat tersendiri karena lokasinya pernah disinggahi walisongo yang bernama sunan gunung jati yang terkenal memiliki karomah atau kesaktian luar biasa. Batu kembang johar dipercaya memiliki tuah atau khasiat untuk kelancaran karir, bisnis dan sebagai media pengasihan

Sabtu, 19 Maret 2016

Hari Keberuntungan Berdasar Hitungan Jawa


Petunjuk Arah Mencari Rezeki


ARAH DALAM MENCARI REZEKI

     Berikut dibawah ini adalah petunjuk arah dalam mencari rezeki menurut perhitungan dalam hari 7 dan pasaran 5 dalam Primbon Jawa :

1.Minggu Legi
- arah barat :
- arah timur : untuk mencari sandang, tetapi juga ada sakitnya
- arah utara : untuk mencari pangan, tetapi juga ada naasnya
- arah selatan :


2.Minggu Pon
- arah barat : pangan
- arah timur : sandang
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit


3.Minggu Pahing
- arah barat : pangan,
- arah timur : sandang, sakit
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

4.Minggu Wage
- arah barat : pangan
- arah timur : sandang
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

5.Minggu Kliwon
- arah barat : pangan
- arah timur : sandang
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

6.Senin Legi
- arah barat : naas
- arah timur : sakit
- arah utara : pangan
- arah selatan : sandang

7.Senin Pon
- arah barat : naas
- arah timur : sakit
- arah utara : sandang
- arah selatan : pangan

8.Senin Pahing
- arah barat :
- arah timur : sakit
- arah utara : pangan, naas
- arah selatan : sandang

9.Senin Wage
- arah barat : naas
- arah timur : sakit
- arah utara : pangan
- arah selatan : sandang

10.Senin Kliwon
- arah barat :
- arah timur : pangan
- arah utara : naas
- arah selatan : sandang, sakit

11.Selasa Legi
- arah barat :
- arah timur : sakit
- arah utara : sandang, naas
- arah selatan : pangan

12.Selasa Pon
- arah barat : pangan
- arah timur : sandang
- arah utara : sakit, naas
- arah selatan :

13.Selasa Pahing
- arah barat : sakit
- arah timur :naas
- arah utara : pangan
- arah selatan : sandang

14.Selasa Wage
- arah barat : naas
- arah timur : sakit
- arah utara : pangan
- arah selatan : sandang

15.Selasa Kliwon
- arah barat : sakit
- arah timur : pangan
- arah utara : utara
- arah selatan : sandang

16.Rabu Legi
- arah barat : sakit
- arah timur : naas
- arah utara : sandang
- arah selatan : pangan

17.Rabu Pon
- arah barat : pangan, naas
- arah timur :
- arah utara : sandang
- arah selatan : sakit

18.Rabu Pahing
- arah barat : pangan
- arah timur : sakit
- arah utara : sandang
- arah selatan : naas

19.Rabu Wage
- arah barat : naas
- arah timur : sakit
- arah utara : sandang
- arah selatan : pangan

20.Rabu Kliwon
- arah barat : sakit
- arah timur : pangan
- arah utara : sandang
- arah selatan : naas

21.Kamis Legi
- arah barat : pangan
- arah timur : sandang
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

22.Kamis Pon
- arah barat : pangan
- arah timur : sandang
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

23.Kamis Pahing
- arah barat : pangan
- arah timur : sandang
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

24.Kamis Wage
- arah barat : pangan
- arah timur : sandang
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

25.Kamis Kliwon
- arah barat : sakit
- arah timur : sandang
- arah utara : naas
- arah selatan : pangan

26.Jum'at Legi
- arah barat : sandang, pangan
- arah timur :
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

27.Jum'at Pon
- arah barat : sandang, pangan
- arah timur :
- arah utara : naas
- arah selatan : sakit

28.Jum'at Pahing
- arah barat : sandang, pangan
- arah timur :
- arah utara :
- arah selatan : sakit,naas

29.Jum'at Wage
- arah barat : rezeki sandang
- arah timur : naas
- arah utara : sakit
- arah selatan : pangan

30.Jum'at Kliwon
- arah barat : sandang
- arah timur :
- arah utara :
- arah selatan : pangan, naas

31.Sabtu Legi
- arah barat : pangan
- arah timur : naas
- arah utara :
- arah selatan : sandang

32.Sabtu Pon
- arah barat : sakit
- arah timur : pangan
- arah utara : naas
- arah selatan : sandang

33.Sabtu Pahing
- arah barat : naas
- arah timur : sakit
- arah utara : pangan
- arah selatan : sandang

34.Sabtu Wage
- arah barat : naas
- arah timur : sakit
- arah utara :
- arah selatan : sandang, pangan

35.Sabtu Kliwon
- arah barat : pangan
- arah timur : sakit
- arah utara : naas
- arah selatan : sandang

Kamis, 03 Maret 2016

TENTANG KERIS DAN TOSAN AJI



Ada pepatah yang menyatakan : "Penghargaan pada seseorang tergantung karena busananya." Mungkin pepatah itu lahir dari pandangan psikolog yang mendasarkan pada kerapian, kebersihan busana yang dipakai seseorang itu menunjukkan watak atau karakter yang ada dalam diri orang itu.
Di kalangan masyarakat Jawa Tengah pada umumnya untuk suatu perhelatan tertentu, misalnya pada upacara perkawinan, para kaum prianya harus mengenakan busanaJawi jangkep (busana Jawa lengkap). Dan kewajiban itu harus ditaati terutama oleh mempelai pria, yaitu harus menggunakan/memakai busana pengantin gaya Jawa yaitu berkain batik, baju pengantin, tutup kepala (kuluk) dan juga sebilah keris diselipkan di pinggang. Mengapa harus keris? Karena keris itu oleh kalangan masyarakat di Jawa dilambangkan sebagai simbol "kejantanan." Dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka.
Pandangan ini sebenarnya berawal dari kepercayaan masyarakat Jawa dulu, bahwa awal mula eksistensi mahkluk di bumi atau di dunia bersumber dari filsafat agraris, yaitu dari menyatunya unsur lelaki dengan unsur perempuan. Di dunia ini Allah Swt, menciptakan makhluk dalam dua jenis seks yaitu lelaki dan perempuan, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Kepercayaan pada filsafat agraris ini sangat mendasar di lingkungan keluarga besar Karaton di Jawa, seperti Karaton Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan lain-lain. Kepercayaan itu mulanya dari Hinduisme yang pernah dianut oleh masyarakat di Jawa. Lalu muncul pula kepercayaan tentang bapa angkasa dan ibu bumi/pertiwi.Yang juga dekat dengan kepercayaan filsafat agraris di masyarakat Jawa terwujud dalam bentuk upacara kirab pusaka pada menjelang satu Sura dalam kalender Jawa dengan mengkirabkan pusaka unggulan Karaton yang terdiri dari senjata tajam: tombak pusaka, pisau besar (bendho). Arak-arakan pengirab senjata pusaka unggulan Karaton berjalan mengelilingi komplek Karaton sambil memusatkan pikiran, perasaan, memuji dan memohon kepada Sang Maha Pencipta alam semesta, untuk beroleh perlindungan, kebahagiaan, kesejahteraan lahir dan batin.

Fungsi utama dari senjata tajam pusaka dulu adalah alat untuk membela diri dari serangan musuh, dan binatang atau untuk membunuh musuh. Namun kemudian fungsi dari senjata tajam seperti keris pusaka atau tombak pusaka itu berubah. Di masa damai, kadang orang menggunakan keris hanya sebagai kelengkapan busana upacara kebesaran saat temu pengantin. Maka keris pun dihias dengan intan atau berlian pada pangkal hulu keris. Bahkan sarungnya yang terbuat dari logam diukir sedemikian indah, berlapis emas berkilauan sebagai
kebanggaan pemakainya. Lalu, tak urung keris itu menjadi komoditi bisnis yang tinggi nilainya.
Tosan Aji atau senjata pusaka itu bukan hanya keris dan tombak khas Jawa saja, melainkan hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki senjata tajam pusaka andalan, seperti rencong di Aceh, badik di Makasar, pedang, tombak berujung tig (trisula), keris bali, dan lain-lain.
Ketika Sultan Agung menyerang Kadipaten Pati dengan gelar perang Garudha Nglayang, Supit Urang, Wukir Jaladri, atau gelar Dirada Meta, prajurit yang mendampingi menggunakan senjata tombak yang wajahnya diukir gambar kalacakra.
Keris pusaka atau tombak pusaka yang merupakan pusaka unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsur besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsur batu meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada Sang Maha Pencipta Alam (Allah SWT) dengan suatu upaya spiritual oleh Sang Empu. Sehingga kekuatan spiritual Sang Maha Pencipta Alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu. Pernah ada suatu pendapat yang berdasarkan pada tes ilmiah terhadap keris pusaka dan dinyatakan bahwa keris pusaka itu mengeluarkan energi/kekuatan yang tidak kasat mata (tak tampak dengan mata biasa).
Yang menarik hati adalah keris yang dipakai untuk kelengkapan busana pengantin pria khas Jawa. Keris itu dihiasi dengan untaian bunga mawar melati yang dikalungkan pada hulu batang keris. Ternyata itu bukan hanya sekedar hiasan, melainkan mengandung makna untuk mengingatkan orang agar jangan memiliki watak beringas, emosional, pemarah, adigang-adigung-adiguna, sewenang-wenang dan mau menangnya sendiri seperti watak Harya Penangsang.
Kaitannya dengan Harya Penangsang ialah saat Harya Penangsang berperang melawan Sutawijaya, karena Penangsang pemarah, emosional, tidak bisa menahan diri, perutnya tertusuk tombak Kyai Plered yang dihujamkan oleh Sutawijaya. Usus keluar dari perutnya yang robek. Dalam keadaan ingin balas dendam dengan penuh kemarahan Penangsang yang sudah kesakitan itu mengalungkan ususnya ke hulu keris di pinggangnya. Ia terus menyerang musuhnya. Pada suatu saat Penangsang akan menusuk lawannya dengan keris Kyai Setan Kober di bagian pinggang, begitu keris dihunus, ususnya terputus oleh mata keris pusakanya. Penangsang mati dalam perang dahsyat yang menelan banyak korban. Dari peristiwa itulah muncul ide keris pengantin dengan hiasan untaian bunga mawar dan melati.
Tosan aji atau senjata pusaka seperti tombak, keris dan lain-lain itu bisa menimbulkan rasa keberanian yang luar biasa kepada pemilik atau pembawanya. Orang menyebut itu sebagai piyandel, penambah kepercayaan diri, bahkan keris pusaka atau tombak pusaka yang diberikan oleh Sang Raja terhadap bangsawan Karaton itu mengandung kepercayaan Sang Raja terhadap bangsawan unggulan itu. Namun manakala kepercayaan sang raja itu dirusak oleh perilaku buruk sang adipati yang diberi keris tersebut, maka keris pusaka pemberian itu akan ditarik/diminta kembali oleh sang raja.
Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa diartikan secara ilosoi sebagai hubungan akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi "manunggaling kawula – Gusti", bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan kamil dengan penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga kehidupan selalu aman damai, tentram, bahagia, sehat sejahtera. Selain saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing juga harus tahu diri untuk berkarya sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing secara benar. Demikianlah makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya.
RICIKAN ATAU ANATOMI KERIS
Anatorni keris dikenal juga dengan istilah ricikan keris.Berikut ini akan diuraikan anatorni keris satu persatu :
  1. Pesi, yaitu tangkai keris yang masuk ke dalam pegangan atau ukir. 
  2. Ganja, yaitu dasar bilah keris yang tebal. Ganyadapat menyatu atau terpisah dengan bilah. 
  3. Buntut Mimi, merupakan bentuk meruncing pada ujung ganja. 
  4. Gunungan, yaitu bentuk menonjol atau membukit sebelum buntut. 
  5. Greneng, yaitu ornamen berbentuk huruf Jawa Dha( ) yang berderet. 
  6. Thingil, yaitu tonjolan kecil pada grenelig atau pada dasar huruf Jawa Dha. 
  7. Ri pandhan, yaitu bentuk ujung yang meruncing menyerupai duri pada huruf Jawa Dha. 
  8. Ron Dha, yaitu ornamen pada huruf Jawa Dha. 
  9. Sraweyan, yaitu dataran yang merendah di belakang sogogwi, di atas ganja. 
  10. Bungkul, bentuknya seperti bawang, terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ga~qa. 
  11. Pejetan, bentuknya seperti bekas pijatan ibu jari yang terletak di belakang gandik. 
  12. Lambe Gajah, bentuknya menyerupai bibir gajah. Ada yang rangkap dan Ietaknya menempel padagandik. 
  13. Gandik, berbentuk penebalan agak bulat yang memanjang dan terletak di atas sirah cecak atau ujung ganja. 
  14. Kembang Kacang, menyerupai belalai gajah dan terletak di gandik bagian atas. 
  15. Jalen, menyerupai taji ayam jago yang menempel digandik. 
  16. Greneng, yaitu ornamen berbentuk huruf Jawa Dha( ) yang berderet. 
  17. Tikel Alis, terietak di atas pejetan dan bentuknya rnirip alis mata. 
  18. Janur, bentuk lingir di antara dua sogokan. 
  19. Sogokan depan, bentuk alur dan merupakan kepanjangan dari pejetan. 
  20. Sogokan belakang, bentuk alur yang terletak pada bagian belakang. 
  21. Pudhak sategal, yaitu sepasang bentuk menajam yang keluar dari bilah bagian kiri dan kanan. 
  22. Juga Pudhak Sategal. 
  23. Poyuhan, bentuk yang menebal di ujung sogokan. 
  24. Landep, yaitu bagian yang tajam pada bilah keris. 
  25. Gusen, terletak di be!akang landep, bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk. 
  26. Gula Milir, bentuk yang meninggi di antara gusendan kruwingan. 
  27. Kruwingan, dataran yang terietak di kiri dan kananadha-adha. 
  28. Adha-adha, penebalan pada pertengahan bilah dari bawah sampal ke atas